Monday, July 22, 2019


MANAJEMEN PENDIDIKAN BERSEKOLAH


                   Pendidikan karakter merupakan sebuah istilah yang semakin hari semakin mendapatkan pengakuan dari masyarakat pengakuan dari masyarakat indonesia saat ini terlebih dahulu dengan dirasakannya berbagai ketimpang hasil pendidikan dilihat dari perilaku formal saat ini, semisal korupsi, perkembangan seks bebas pada kalangan remaja. Narkoba, tawuran, pembunuhan, dan perampokan oleh pelajar.
Pendidikan karakter itu sebenarnya bukan erupakan suatu hal yang baru bagi masyarakat indonesia. Bahkan awal kemerdekaan, masa orde baru, masa orde lama, dan kini masa orde reformasi telah banyak langkah-langkah yang sudah dilakukan dalam rangka pendidikan karakter dengan nama dan bentuk yang berbeda-beda. Dalam UU tenang pendidikan nasional Yang pertama kali, ialah UU 1964 yang berlaku tahun 1947 hingga UU sisdiknas nomor 20 tahun 2003 yang terakhir pendidikan karakter telah ada, namun belum menjadi fokus utama pendidikan. Pendidikan karakter masih digabung  dalam mata pelajaran agama dan diserahkan sepenuhnya kepada guru agama. Pelaksanaan pendidikan karakter kepada guru agama saja sudah menjadi jaminan pendidikan karakter tidak akan berhasil. Maka wajar saja saat ini pendidikan karakter belum menunjukkan hasil yang optimal.

PENGERTIAN
                 Pendidikan karakter adalah pendidikan untuk “membentuk kepribadian sesorang melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata  seseorang , yaitu tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati hak orang lain, kerja keras dan sebagainya. (Thomas Lickona, 1991).
Tema peringatan Hari pendidikan nasional tahun 2010 yang baru lalu  dicanangkan oleh Mendiknas Muhammad Nuh adalah :”Pendidikan karakter untuk membangun Peradaban Bangsa”. Beliau mengatakan Pembangunan Karakter dan Pendidikan Karakter  menjadi keharusan karena pendidikan tidak hanya menjadikan peserta didik cerdas, pendidikan juga untuk membangun budi pekerti dan sopan santun dalam kehidupan. Untuk merealisasikan tema tersebut lebih lanjut mendiknas mengemukakan pendidikan karakter akan diterapkan pada semua jenjang pendidikan mulai jenjang pendidikan SD sampai Perguruan Tinggi, namun porsinya akan lebih besar diberikan pada Sekolah Dasar (SD). Pendidikan karakter harus dimulai sejak dini  yakni SD porsinya mencapai 60 % dibandingkan dengan jenjang pendidikan lainnya. Hal ini agar mudah diajarkan dan melekat dijiwa anak-anak itu hingga kelak ia dewasa. Lebih jauh Mendiknas menyatakan pada saat menjadi pembicara pada seminar Nasional “Pendidikan Karakter bangsa “ pada rapat pimpinan Program Pasca Sarjana LPTK seluruh Indonesia di Universitas negeri Medan “Pendidikan karakter harus dimulai dari SD karena jika karakter tidak terbentuk sejak dini maka akan susah untuk merubah karakter seseorang”.
 Dunia pendidikan diharapkan sebaga motor penggerak untuk
memfasilitasi pembangunan karakter, sebab apa-apa yang terjadi dimasyarakat  kita sebenarnya menyangkut masalah karakter, seperti kekerasan, korupsi, manipulasi , kebohongankebohongan dan perilaku menyimpang lainnya ,berangkat dari pendidikan. Oleh sebab itu melalui pendidikan pula karakter bangsa dapat diperbaiki dan dibentuk terutama  Pembangunan karakter dan pendidikan mulai dari usia dini. Pembangunan karakter dan pendidikan karakter  menjadi suatu keharusan  karena pendidikan tidak hanya  menjadikan peserta didik cerdas, juga mempunyai budi pekerti dan sopan santun  sehingga keberadaannya sebagai anggota masyarakat  menjadi bermakna  baik bagi dirinya maupun orang lain.  

PRINSIP-PRINSIP PENDIDIKAN KARAKTER
Ada beberapa prinsip dalam pendidikan karakter, yakni :
Pertama, manusia adalah makhluk yang dipengaruhi dua aspek, pada dirinya memiliki sumber kebenaran dan pada luar dirinya ada dorongan atau kondisi yang memengaruhi kesadaran.
Kedua, karena menganggap bahwa perilaku yang dibimbing oleh nilai-nilai utama sebagi bukti dari karakter, pendidikan karakter tidak meyakini adanya pemisahan antara roh, jiwa, dan badan. Hadis Rosulullah menyatakan bahwa iman dibangun oleh perasaan serta roh, jiwa dan badan, yaitu melalui perkataan, keyakinan, dan tindakan. Tanpa tindakan semua  yang diucapkan dan diyakini bukanlah apa-apa tanpa keyakinan maka tindakan dan perkataan tidak memiliki makna, kemudian tanpa pernyataan dalamperkataan tindakan dan keyakinan tidak akan terhubung.
Ketiga, pendidikan karakter mengutamakan munculnya kesadaran pribadi peserta didik untuk secara ikhlas mengutamakan karakter positif. Setiap manusia memiliki modal dasar (potensi yang membedakan dirinya dengan orang lain. Aktualisasi dari kesadaran ini dalam dunia pendidikan adalah pemupukan keandalan khusus seseorang yang memungkinkannya memiliki daya tahan dan daya saing dalam perjuangan hidup. Keempat, pendidikan karakter mengarahkan peserta didik untuk menjadi manusia ulul albab yang tidak hanya memiliki  kesadaran diri, tetapi juga kesadaran  untuk terus mengembangkan diri, memperhatikan masalah lingkungan, dan memperbaiki  kehidupan sesuai dengan pengetahuan dan karakter yang dimilikinya.  Manusia ulul albab adalah  manusia yang dapat diandalkan dari  segala aspek , baik aspek intelektual , afektif, maupun spiritual.

PENDIDIKAN KARAKTER, PENDIDIKAN AKHLAK, DAN PENDIDIKAN MORAL
Pendidikan Akhlak
Pendidikan akhlak sebagaimana dirumuskan oleh Ibnu Maskawih, merupakan upaya kearah  terwujudnya sikap batin  yang mampu mendorong secara spontan lahirnya perbuatan-perbuatan  yang bernilai baik dari seseorang. Dalam pendidikan akhlak ini kriteria benar dan salah  untuk menilai  perbuatan yang muncul merujuk pada Al Quran  dan Assunah sebagai sumber tertinggi  ajaran Islam.Lebih lengkapnya Ibnu Maskawih  menyatakan  “Akhlak adalah  Keadaan jiwa seseorang  yang mendorongnya  untuk melakukan perbuatan-perbuatan  tanpa melalui  pertimbangan  pikiran  lebih dulu”. Dengan demikian pendidikan akhlak  bisa dikatakan sebagai pendidikan  moral dalam diskursus  pendidikan islam. Dari telaah konsep akhlak yang dikemukakan  oleh tokoh-tokoh  pendidikan akhlak  seperti Ibnu Maskawih, al Gazali, Ahmad Amin, Ibnu Sina, menunjukkan bahwa  tujuan puncak  pendidikan akhlak  adalah terbentuknya  karakter  positif dalam  perilaku  anak didik. Karakter positif ini tiada lain  adalah penjelmaan sifat-sifat  mulia Tuhan  dalm kehidupan manusia, yakni ál asmaul husna”.

Pendidikan Karakter
 Penddidikan karakter  mulai ramai dibicarakan  sejak tahun 1990 an . Thomas Lickona dianggap  sebagai pengusungnya melalui karyanya  yaitu “ The Return of Character Education” sebuah buku  yang menyadarkan  dunia Barat  bahwa  pendidikan karakter adalah  sebuah keharusan. Karakter sebagaimana didefinisikan  oleh Ryan dan  Bohlin, mengandung tiga unsure pokok, yaitu mengetahui kebaikan (Knowing the good),mencintai  kebaikan ( loving the good), dan melakukan kebaikan ( doing the good). Dalam pendidikan karakter  kebaikan  sering kali dirangkum  dalam sederet sifat-sifat  baik . Pendidikan karakter adalah sebuah upaya  untuk membimbing perilaku manusia menuju stndar-standar baku. Upaya ini juga memberi jalan untuk menghargai persepsi nilai –nilai pribadi yang ditampilkan  disekolah.Fokus pendidikan karakter adalah pada tujuan  etika, tetapi prakteknya meliputi penguatan kecakapan-kecaakapan yang penting  yang mencakup perkembangan sosial siswa. Pendidikan karakter bukan hanya mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, tetapi  lebih dari itu menanamkan kebiasaan  (habituation) tentang yang baik  sehingga siswa didik menjadi faham, mampu merasakan , dan mau melakukannya. Kaarakter adalah tabeat seseorang yang langsung di-drive oleh otak.

Pendidikan Moral
Pendidikan moral (moral education) secara umum digunakan untuk menjelaskan penyelidikan isu-isu etika diruang kelas dan sekolah dan sifatnya lebih umum . Isu-isu etika disini cenderung pada penyampaian nilai-nilai yang benar  dan nilai-nlai yang salah, tetapi aplikasinya dalam kehidupan tidak mendapat porsi yang memadai. Moral ini sangat normative dan kurang bersinggungan dengan ranah afektif dan psikomotorik.

PELAKSANAAN PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH
Pelaksanaan Pendidikan karakter di sekolah yang dikemukakan oleh para ahli pendidikan karakter  dikemukakan berbagai cara atau metode adalah bahwa :
 Pertama, menggunakan metode pembidanan. Socrates dalam Ratna Megawangi mengemukakan perlunya formula 4 M dalam pendidikan karakter ,yaitu: Mengetahui (knowing the good), mencintai ( loving the good), mengingin kan (desiring the good), dan mengerjakan (acting the good) kebaikan secara simultan dan berkesinambungan. Cara ini menunjukkan bahwa karakter adalah sesuatu yang dikerjakan berdasarkan kesadaran yang utuh. Sedan gkan kesadaran utuh itu adalah sesuatu yang diketahui  secaara sadar, dicintainya,dan diinginkan. Dari kesadaran utuh ini, barulah tindakan dapat menghasilkan karakter yang utuh pula. Proses pengajaran yang bermula dari memberikan pengetahuan peserta didik tentang kebaikan, menggiring atau mengkondisikan agar peserta didik mencintai kebaikan tersebut, kemudian membangkitkan peserta didik agar menginginkan karakter yang diajarkan, dan terakhir mengondisikan peserta didik agar mengerjakan kebaikan secara sukarela, simultan dan berkesinambungan.   
Kedua, metode atau dengan cara pembiasaan. Pembiasaan  merupakan alat penddidikan. Dalam pembiasaan peserta didik dipancing untuk menyadari karakter tertentu yang telah ditentukan, baru kemudian karakter yang telah disadari dan diinginkan itu dibiasakan dalam keseharian. Pembiasaan dimulai dengan menetapkan sikap atau tingkah laku atau karakter yang baik kemudian dilatihkan dan dibiasakan kepada peserta didik. Secara berproses, latihan-latihan yang dilakukan apabila diikuti dengan kesadaran dan mawas diri, lama kelamaan akan menyatu dalam kepribadian peserta didik dan itu menjadi karakter. Kebiasaan tersebut haarus dilestarikan sehingga mempribadi atau menyatu dalam kehidupan peserta didik.

Kemudian dalam pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah Doni A. Koesoema dalam Bambang Q-Anees (2008), mengajukan lima metode atau lima cara pendidikan karakter yaitu :

Mengajarkan
    Mengajarkan karakter berarti memberikan pemahaman pada peserta didik tentang struktur nilai tertentu, keutamaan (bila dilaksanakan), maslahatnya, manfaatnya, kegunaannya, kerugiannya atau bahayanya (bila tak dilaksanakan).
Mengajarkan nilai-nilai memiliki  dua faedah. Pertama, memberikan pengetahuan konseptual baru. Kedua, menjadi pembanding atas pengetahuan yang telah dimiliki oleh peserta didik, karena proses mengajarkan tidaklah menolong, melainkan melibatkan peserta didik. Inilah unsur  metode pendidikannya.
Dalam konsep mengajarkan ini yaitu memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengajukan apa yang difahaminya, apa yang pernah dialaminya, dan bagaimana perasaannya berkenaan dengan konsep yang diajarkan. Melalui cara ini, konsep yang diajarkan bukanlah sesuatu yang asing dan baru melainkan sudah dialami atau pernah teramati oleh peserta didik. Konsep tetap diberikan dan menjadi otoritas guru. Konsep yang diberikan guru dapat bermanfaat bagi peserta didik bukan sebagai doktrin melainkan sebagai norma-norma bagi apa yang telah dialami peserta didik. Dalam mengajarkan konsep-konsep ini disertai dengan contoh-contoh  yang pernah dan teramati oleh peserta didik.

Keteladanan
Keteladanan adalah alat utama dalam pendidikan . Hal ini dipraktekan oleh Rosulullah Muhammad saw. dalam mendidik umatnya. Firman Allah menyatakan “Laqod kana lakum fi rosulillah uswatun hasanah” artinya “Sungguh telah ada pada diri Rosulullah contoh tauladan  yang baik” (Q.S.Al Ahzab: 21). Dalam pendidikan karakter, keteladanan perlu dikembangkan  oleh orang tua dilingkungan keluarga, guru-guru disekolah, tokoh masyarakat dan ulama serta para pemimpin bangsa. Peribahasa mengatakan “Bahasa tingkah laku (keteladanan) lebih mantap ketimbang bahasa ucapan. Dawah bila hal lebih baik dengan dawah bil qaul. Guru harus terlebih dahulu memilki karakter yang hendak diajarkan, guru adalah yang digugu dan ditiru (digugu ucapannya dan ditiru perilakunya). Peserta didik akan meniru apa yang dilakukan gurunya.
Keteladanan tidak hanya bersumber dari guru  disekolah, tapi dari seluruh tenaga keependidikan lainnya yang ada dilembaga sekolah mulai dari kepala Sekolah, stap tata usaha, administrasi, kepustakaan, dimana peserta didik berada dan sering berhubungan. Oleh sebab itu pendidikan karakter membutuhkan lingkungan pendidikan yang utuh.

Menentukan Prioritas
 Penentuan  prioritas harus ditentukan agar proses evaluasi atas  berhasil tidaknya pendidikan  karakter dapat menjadi jelas. Tanpa prioritas, pendidikan karakter tidak dapat terfokus dan karenanya tidak daapat dinilai berhasil atau tidak berhasil. Lembaga sekolah memilki  beberapa beberapa kewajiban :
Pertama, menentukan tuntutan standar yang akan ditawarkan pada peserta didik.
Kedua, semua pribadi yang terlibat  dalam lembaga pendidikan harus
memahami secara jernih apa nilai yang ingin ditekankan  dalam  lembaga pendidikan karakter.
     Ketiga,  jika lembaga ingin  menetapkan perilaku  struktur  yang menjadi ciri khas lembaga, maka karakter standar itu  harus difahami oleh anak didik.

Praksis Prioritas
Lembaga pendidikan harus mampu  membuat verifikasi sejauh mana prioritas yang telah ditentukan  telah dapat direalisasikan  dalam lingkup pendidikan melalui berbagai unsur yang ada dalam lembaga  pendidikan ini.

Refleksi
 Refleksi disini berarti dipantulkan kedalam diri. Apa yang telah dialami masih tetap terpisah dengan kesadaran  diri sejauh ia belum dikaitkan, dipantulkan dengan isi kesadaran  seseorang. Refleksi disini merenungkan apa-apa yang telah dipelajarinya. Refleksi disini dapat juga disebut sebagai proses bercermin, mematut matutkan  diri pada peristiwa / konsep yang telah dialami, apakah saya seperti itu? Apakah ada karakter baik  seperti itu pada diri saya?           
Selain metode-metode tersebut diatas, dalam pendidikan karakter disekolah  ada lagi sebagai alternative metode dialog partisipatif, dan metode eksperimen. Metode dialog partisipatif mendorong para siswa untuk kreatif, kritis,mandiri, dan terampil berkomunikasi. Metode dialog partisipasi  dijabarkan /dikonkritkan  dalam kegiatan-kegiatan seperti diskusi kelompok, sharing pengalaman keseharian dan sharing  pengalaman iman, wawancaara, dramatisasi, dinamika kelompok dan sebagainya. Metode  naratif menggunakan cerita  sebagai model pengembangan diri. Metode ini dianggap unggul karena bersifat merangsang imajinasi peserta didik, menyapa peserta didik secara menyeluruh, baik segi kognitif maupun afektif, bersifat menawarkan, membebaskan dan tidak menjejali.

KESIMPULAN
Pendidikan karakter merupakan misi utama para Nabi. Muhammad Rasulullah sedari awal tugasnya memiliki suatu pernyataan yang unik, bahwa dirinya diutus untuk menyempurnakan akhlak (karakter). Manifesto Muhammad Rasulullah ini mengindikasikan bahwa pembentukan karakter merupakan kebutuhan utama bagi setiap manusia lebih-lebih bagi peserta didik di sekolah mulai dari usia dini. Pada sisi lain masing-masing manusia telah memiliki karakter tertentu, namun perlu disempurnakan.
Pentingnya pendidikan karakter di sekolah sebagai tempat mendidik generasi penerus bangsa, hal ini berangkat dari kondisi objektif dalam kehidupan masyarakat Indonesia saat ini telah terjadi penyimpangan-penyimpangan seperti kekerasan, korupsi, manipulasi, kebohongan-kebohongan, tidak adanya panutan dan keteladanan
dikalangan para pemimpin, kepalsuan, pelanggaran dan pemutar balikan hokum, dan sebagainya. Hal ini mendorong dunia pendidikan untuk membentuk dari awal peserta didik sebagai manusia yang masih bersih untuk diberikan pendidikan karakter, walaupun sudah terlambat, tetapi lebih baik daripada tidak dimulai.
Adapun pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah dilakukan dengan berbagai metode yang dapat dilakukan oleh guru atau lembaga pendidikan yaitu: Metode pembidanan yang diformulasikan melalui 4M, yaitu Mengetahui kebaikan (knowing the good), Mencintai kebaikan (loving the good), Menginginkan kebaikan (de siring the good), dan Mengerjakan kebaikan (acting the good). Selain metode tersebut, metode pendidikan karakter dilakukan melalui metode: Mengajarkan, Keteladanan, Menentukan prioritas, praksis prioritas, metode dialog partisifatif dan eksperimen serta Metode naratif.

REFERENSI

Akhmad Tafsir, (2008), Pesan Moral Ajaran Islam, Maestro,
Bandung. Asri Budiningsih C., (2004), Pembelajaran Moral, Rineka Cipta, Jakarta. Alsyaiban, (1979), Falsafah Pendidikan Islam, Bulan Bintang, Jakarta.
Bambang Q-Anees, Adang Hambali, (2008), Pendidikan Karakter Berbasis Al Quran, Simbiosa Rekatama Media, Bandung.
Din Zaenudin, (2004), Pendidikan Budi Pekerti Dalam Perspektif Islam, Almawardi Prima, Jakarta.
Doni A. Koesoema, (2007), Tiga Matra Pendidikan Karakter,
Basis. Humaidi Tatapangarsa, (1979), Pengentar Kuliah Akhlak, Bina Ilmu, Surabaya.


No comments:

Post a Comment