MANAJEMEN PENDIDIKAN BERSEKOLAH
Pendidikan karakter merupakan sebuah istilah yang semakin
hari semakin mendapatkan pengakuan dari masyarakat pengakuan dari masyarakat
indonesia saat ini terlebih dahulu dengan dirasakannya berbagai ketimpang hasil
pendidikan dilihat dari perilaku formal saat ini, semisal korupsi, perkembangan
seks bebas pada kalangan remaja. Narkoba, tawuran, pembunuhan, dan perampokan
oleh pelajar.
Pendidikan karakter itu sebenarnya bukan erupakan suatu hal
yang baru bagi masyarakat indonesia. Bahkan awal kemerdekaan, masa orde baru,
masa orde lama, dan kini masa orde reformasi telah banyak langkah-langkah yang
sudah dilakukan dalam rangka pendidikan karakter dengan nama dan bentuk yang
berbeda-beda. Dalam UU tenang pendidikan nasional Yang pertama kali, ialah UU
1964 yang berlaku tahun 1947 hingga UU sisdiknas nomor 20 tahun 2003 yang
terakhir pendidikan karakter telah ada, namun belum menjadi fokus utama
pendidikan. Pendidikan karakter masih digabung
dalam mata pelajaran agama dan diserahkan sepenuhnya kepada guru agama.
Pelaksanaan pendidikan karakter kepada guru agama saja sudah menjadi jaminan
pendidikan karakter tidak akan berhasil. Maka wajar saja saat ini pendidikan
karakter belum menunjukkan hasil yang optimal.
PENGERTIAN
Pendidikan karakter adalah pendidikan untuk “membentuk
kepribadian sesorang melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat
dalam tindakan nyata seseorang , yaitu
tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati hak orang lain,
kerja keras dan sebagainya. (Thomas Lickona, 1991).
Tema peringatan Hari pendidikan nasional tahun 2010 yang
baru lalu dicanangkan oleh Mendiknas
Muhammad Nuh adalah :”Pendidikan karakter untuk membangun Peradaban Bangsa”.
Beliau mengatakan Pembangunan Karakter dan Pendidikan Karakter menjadi keharusan karena pendidikan tidak
hanya menjadikan peserta didik cerdas, pendidikan juga untuk membangun budi
pekerti dan sopan santun dalam kehidupan. Untuk merealisasikan tema tersebut
lebih lanjut mendiknas mengemukakan pendidikan karakter akan diterapkan pada
semua jenjang pendidikan mulai jenjang pendidikan SD sampai Perguruan Tinggi,
namun porsinya akan lebih besar diberikan pada Sekolah Dasar (SD). Pendidikan
karakter harus dimulai sejak dini yakni
SD porsinya mencapai 60 % dibandingkan dengan jenjang pendidikan lainnya. Hal
ini agar mudah diajarkan dan melekat dijiwa anak-anak itu hingga kelak ia
dewasa. Lebih jauh Mendiknas menyatakan pada saat menjadi pembicara pada
seminar Nasional “Pendidikan Karakter bangsa “ pada rapat pimpinan Program
Pasca Sarjana LPTK seluruh Indonesia di Universitas negeri Medan “Pendidikan
karakter harus dimulai dari SD karena jika karakter tidak terbentuk sejak dini
maka akan susah untuk merubah karakter seseorang”.
Dunia pendidikan diharapkan
sebaga motor penggerak untuk
memfasilitasi pembangunan karakter, sebab apa-apa yang
terjadi dimasyarakat kita sebenarnya
menyangkut masalah karakter, seperti kekerasan, korupsi, manipulasi ,
kebohongankebohongan dan perilaku menyimpang lainnya ,berangkat dari
pendidikan. Oleh sebab itu melalui pendidikan pula karakter bangsa dapat
diperbaiki dan dibentuk terutama
Pembangunan karakter dan pendidikan mulai dari usia dini. Pembangunan
karakter dan pendidikan karakter menjadi
suatu keharusan karena pendidikan tidak
hanya menjadikan peserta didik cerdas,
juga mempunyai budi pekerti dan sopan santun
sehingga keberadaannya sebagai anggota masyarakat menjadi bermakna baik bagi dirinya maupun orang lain.
PRINSIP-PRINSIP
PENDIDIKAN KARAKTER
Ada beberapa prinsip dalam pendidikan karakter, yakni :
Pertama, manusia adalah makhluk yang dipengaruhi dua aspek,
pada dirinya memiliki sumber kebenaran dan pada luar dirinya ada dorongan atau
kondisi yang memengaruhi kesadaran.
Kedua, karena menganggap bahwa perilaku yang dibimbing oleh
nilai-nilai utama sebagi bukti dari karakter, pendidikan karakter tidak
meyakini adanya pemisahan antara roh, jiwa, dan badan. Hadis Rosulullah
menyatakan bahwa iman dibangun oleh perasaan serta roh, jiwa dan badan, yaitu
melalui perkataan, keyakinan, dan tindakan. Tanpa tindakan semua yang diucapkan dan diyakini bukanlah apa-apa
tanpa keyakinan maka tindakan dan perkataan tidak memiliki makna, kemudian
tanpa pernyataan dalamperkataan tindakan dan keyakinan tidak akan terhubung.
Ketiga, pendidikan karakter mengutamakan munculnya kesadaran
pribadi peserta didik untuk secara ikhlas mengutamakan karakter positif. Setiap
manusia memiliki modal dasar (potensi yang membedakan dirinya dengan orang
lain. Aktualisasi dari kesadaran ini dalam dunia pendidikan adalah pemupukan
keandalan khusus seseorang yang memungkinkannya memiliki daya tahan dan daya
saing dalam perjuangan hidup. Keempat, pendidikan karakter mengarahkan peserta
didik untuk menjadi manusia ulul albab yang tidak hanya memiliki kesadaran diri, tetapi juga kesadaran untuk terus mengembangkan diri, memperhatikan
masalah lingkungan, dan memperbaiki
kehidupan sesuai dengan pengetahuan dan karakter yang dimilikinya. Manusia ulul albab adalah manusia yang dapat diandalkan dari segala aspek , baik aspek intelektual ,
afektif, maupun spiritual.
PENDIDIKAN
KARAKTER, PENDIDIKAN AKHLAK, DAN PENDIDIKAN MORAL
Pendidikan Akhlak
Pendidikan akhlak sebagaimana dirumuskan oleh Ibnu Maskawih,
merupakan upaya kearah terwujudnya sikap
batin yang mampu mendorong secara
spontan lahirnya perbuatan-perbuatan
yang bernilai baik dari seseorang. Dalam pendidikan akhlak ini kriteria
benar dan salah untuk menilai perbuatan yang muncul merujuk pada Al
Quran dan Assunah sebagai sumber
tertinggi ajaran Islam.Lebih lengkapnya
Ibnu Maskawih menyatakan “Akhlak adalah Keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui
pertimbangan pikiran lebih dulu”. Dengan demikian pendidikan
akhlak bisa dikatakan sebagai
pendidikan moral dalam diskursus pendidikan islam. Dari telaah konsep akhlak
yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh pendidikan akhlak seperti Ibnu Maskawih, al Gazali, Ahmad Amin,
Ibnu Sina, menunjukkan bahwa tujuan
puncak pendidikan akhlak adalah terbentuknya karakter
positif dalam perilaku anak didik. Karakter positif ini tiada lain adalah penjelmaan sifat-sifat mulia Tuhan
dalm kehidupan manusia, yakni ál asmaul husna”.
Pendidikan Karakter
Penddidikan
karakter mulai ramai dibicarakan sejak tahun 1990 an . Thomas Lickona
dianggap sebagai pengusungnya melalui
karyanya yaitu “ The Return of Character
Education” sebuah buku yang
menyadarkan dunia Barat bahwa
pendidikan karakter adalah sebuah
keharusan. Karakter sebagaimana didefinisikan
oleh Ryan dan Bohlin, mengandung
tiga unsure pokok, yaitu mengetahui kebaikan (Knowing the good),mencintai kebaikan ( loving the good), dan melakukan
kebaikan ( doing the good). Dalam pendidikan karakter kebaikan
sering kali dirangkum dalam sederet
sifat-sifat baik . Pendidikan karakter
adalah sebuah upaya untuk membimbing
perilaku manusia menuju stndar-standar baku. Upaya ini juga memberi jalan untuk
menghargai persepsi nilai –nilai pribadi yang ditampilkan disekolah.Fokus pendidikan karakter adalah
pada tujuan etika, tetapi prakteknya
meliputi penguatan kecakapan-kecaakapan yang penting yang mencakup perkembangan sosial siswa.
Pendidikan karakter bukan hanya mengajarkan mana yang benar dan mana yang
salah, tetapi lebih dari itu menanamkan
kebiasaan (habituation) tentang yang
baik sehingga siswa didik menjadi faham,
mampu merasakan , dan mau melakukannya. Kaarakter adalah tabeat seseorang yang
langsung di-drive oleh otak.
Pendidikan Moral
Pendidikan moral (moral education) secara umum digunakan
untuk menjelaskan penyelidikan isu-isu etika diruang kelas dan sekolah dan
sifatnya lebih umum . Isu-isu etika disini cenderung pada penyampaian
nilai-nilai yang benar dan nilai-nlai
yang salah, tetapi aplikasinya dalam kehidupan tidak mendapat porsi yang
memadai. Moral ini sangat normative dan kurang bersinggungan dengan ranah
afektif dan psikomotorik.
PELAKSANAAN
PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH
Pelaksanaan Pendidikan karakter di sekolah yang dikemukakan
oleh para ahli pendidikan karakter dikemukakan berbagai cara atau metode adalah
bahwa :
Pertama, menggunakan
metode pembidanan. Socrates dalam Ratna Megawangi mengemukakan perlunya formula
4 M dalam pendidikan karakter ,yaitu: Mengetahui (knowing the good), mencintai
( loving the good), mengingin kan (desiring the good), dan mengerjakan (acting
the good) kebaikan secara simultan dan berkesinambungan. Cara ini menunjukkan
bahwa karakter adalah sesuatu yang dikerjakan berdasarkan kesadaran yang utuh.
Sedan gkan kesadaran utuh itu adalah sesuatu yang diketahui secaara sadar, dicintainya,dan diinginkan.
Dari kesadaran utuh ini, barulah tindakan dapat menghasilkan karakter yang utuh
pula. Proses pengajaran yang bermula dari memberikan pengetahuan peserta didik
tentang kebaikan, menggiring atau mengkondisikan agar peserta didik mencintai
kebaikan tersebut, kemudian membangkitkan peserta didik agar menginginkan
karakter yang diajarkan, dan terakhir mengondisikan peserta didik agar
mengerjakan kebaikan secara sukarela, simultan dan berkesinambungan.
Kedua, metode atau dengan cara pembiasaan. Pembiasaan merupakan alat penddidikan. Dalam pembiasaan
peserta didik dipancing untuk menyadari karakter tertentu yang telah
ditentukan, baru kemudian karakter yang telah disadari dan diinginkan itu
dibiasakan dalam keseharian. Pembiasaan dimulai dengan menetapkan sikap atau
tingkah laku atau karakter yang baik kemudian dilatihkan dan dibiasakan kepada
peserta didik. Secara berproses, latihan-latihan yang dilakukan apabila diikuti
dengan kesadaran dan mawas diri, lama kelamaan akan menyatu dalam kepribadian
peserta didik dan itu menjadi karakter. Kebiasaan tersebut haarus dilestarikan
sehingga mempribadi atau menyatu dalam kehidupan peserta didik.
Kemudian dalam pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah Doni
A. Koesoema dalam Bambang Q-Anees (2008), mengajukan lima metode atau lima cara
pendidikan karakter yaitu :
Mengajarkan
Mengajarkan
karakter berarti memberikan pemahaman pada peserta didik tentang struktur nilai
tertentu, keutamaan (bila dilaksanakan), maslahatnya, manfaatnya, kegunaannya,
kerugiannya atau bahayanya (bila tak dilaksanakan).
Mengajarkan nilai-nilai memiliki dua faedah. Pertama, memberikan
pengetahuan konseptual baru. Kedua, menjadi pembanding atas pengetahuan
yang telah dimiliki oleh peserta didik, karena proses mengajarkan tidaklah
menolong, melainkan melibatkan peserta didik. Inilah unsur metode pendidikannya.
Dalam konsep mengajarkan ini yaitu memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk mengajukan apa yang difahaminya, apa yang pernah
dialaminya, dan bagaimana perasaannya berkenaan dengan konsep yang diajarkan.
Melalui cara ini, konsep yang diajarkan bukanlah sesuatu yang asing dan baru
melainkan sudah dialami atau pernah teramati oleh peserta didik. Konsep tetap
diberikan dan menjadi otoritas guru. Konsep yang diberikan guru dapat
bermanfaat bagi peserta didik bukan sebagai doktrin melainkan sebagai
norma-norma bagi apa yang telah dialami peserta didik. Dalam mengajarkan
konsep-konsep ini disertai dengan contoh-contoh
yang pernah dan teramati oleh peserta didik.
Keteladanan
Keteladanan adalah alat utama dalam pendidikan . Hal ini
dipraktekan oleh Rosulullah Muhammad saw. dalam mendidik umatnya. Firman Allah
menyatakan “Laqod kana lakum fi rosulillah uswatun hasanah” artinya “Sungguh
telah ada pada diri Rosulullah contoh tauladan
yang baik” (Q.S.Al Ahzab: 21). Dalam pendidikan karakter, keteladanan
perlu dikembangkan oleh orang tua
dilingkungan keluarga, guru-guru disekolah, tokoh masyarakat dan ulama serta
para pemimpin bangsa. Peribahasa mengatakan “Bahasa tingkah laku (keteladanan)
lebih mantap ketimbang bahasa ucapan. Dawah bila hal lebih baik dengan dawah
bil qaul. Guru harus terlebih dahulu memilki karakter yang hendak diajarkan,
guru adalah yang digugu dan ditiru (digugu ucapannya dan ditiru perilakunya).
Peserta didik akan meniru apa yang dilakukan gurunya.
Keteladanan tidak hanya bersumber dari guru disekolah, tapi dari seluruh tenaga
keependidikan lainnya yang ada dilembaga sekolah mulai dari kepala Sekolah, stap
tata usaha, administrasi, kepustakaan, dimana peserta didik berada dan sering
berhubungan. Oleh sebab itu pendidikan karakter membutuhkan lingkungan
pendidikan yang utuh.
Menentukan Prioritas
Penentuan prioritas harus ditentukan agar proses
evaluasi atas berhasil tidaknya
pendidikan karakter dapat menjadi jelas.
Tanpa prioritas, pendidikan karakter tidak dapat terfokus dan karenanya tidak
daapat dinilai berhasil atau tidak berhasil. Lembaga sekolah memilki beberapa beberapa kewajiban :
Pertama, menentukan tuntutan standar yang akan
ditawarkan pada peserta didik.
Kedua, semua pribadi yang terlibat dalam lembaga pendidikan harus
memahami secara jernih apa nilai yang ingin ditekankan dalam
lembaga pendidikan karakter.
Ketiga, jika lembaga ingin menetapkan perilaku struktur
yang menjadi ciri khas lembaga, maka karakter standar itu harus difahami oleh anak didik.
Praksis Prioritas
Lembaga pendidikan harus mampu membuat verifikasi sejauh mana prioritas yang
telah ditentukan telah dapat
direalisasikan dalam lingkup pendidikan
melalui berbagai unsur yang ada dalam lembaga
pendidikan ini.
Refleksi
Refleksi disini
berarti dipantulkan kedalam diri. Apa yang telah dialami masih tetap terpisah
dengan kesadaran diri sejauh ia belum
dikaitkan, dipantulkan dengan isi kesadaran
seseorang. Refleksi disini merenungkan apa-apa yang telah dipelajarinya.
Refleksi disini dapat juga disebut sebagai proses bercermin, mematut matutkan diri pada peristiwa / konsep yang telah
dialami, apakah saya seperti itu? Apakah ada karakter baik seperti itu pada diri saya?
Selain metode-metode tersebut diatas, dalam pendidikan
karakter disekolah ada lagi sebagai
alternative metode dialog partisipatif, dan metode eksperimen. Metode dialog
partisipatif mendorong para siswa untuk kreatif, kritis,mandiri, dan terampil
berkomunikasi. Metode dialog partisipasi
dijabarkan /dikonkritkan dalam
kegiatan-kegiatan seperti diskusi kelompok, sharing pengalaman keseharian dan
sharing pengalaman iman, wawancaara, dramatisasi,
dinamika kelompok dan sebagainya. Metode
naratif menggunakan cerita
sebagai model pengembangan diri. Metode ini dianggap unggul karena
bersifat merangsang imajinasi peserta didik, menyapa peserta didik secara
menyeluruh, baik segi kognitif maupun afektif, bersifat menawarkan, membebaskan
dan tidak menjejali.
KESIMPULAN
Pendidikan karakter merupakan misi utama para Nabi. Muhammad
Rasulullah sedari awal tugasnya memiliki suatu pernyataan yang unik, bahwa
dirinya diutus untuk menyempurnakan akhlak (karakter). Manifesto Muhammad
Rasulullah ini mengindikasikan bahwa pembentukan karakter merupakan kebutuhan
utama bagi setiap manusia lebih-lebih bagi peserta didik di sekolah mulai dari
usia dini. Pada sisi lain masing-masing manusia telah memiliki karakter
tertentu, namun perlu disempurnakan.
Pentingnya pendidikan karakter di sekolah sebagai tempat
mendidik generasi penerus bangsa, hal ini berangkat dari kondisi objektif dalam
kehidupan masyarakat Indonesia saat ini telah terjadi penyimpangan-penyimpangan
seperti kekerasan, korupsi, manipulasi, kebohongan-kebohongan, tidak adanya
panutan dan keteladanan
dikalangan para pemimpin, kepalsuan, pelanggaran dan pemutar
balikan hokum, dan sebagainya. Hal ini mendorong dunia pendidikan untuk
membentuk dari awal peserta didik sebagai manusia yang masih bersih untuk
diberikan pendidikan karakter, walaupun sudah terlambat, tetapi lebih baik
daripada tidak dimulai.
Adapun pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah dilakukan
dengan berbagai metode yang dapat dilakukan oleh guru atau lembaga pendidikan
yaitu: Metode pembidanan yang diformulasikan melalui 4M, yaitu Mengetahui
kebaikan (knowing the good), Mencintai kebaikan (loving the good), Menginginkan
kebaikan (de siring the good), dan Mengerjakan kebaikan (acting the good).
Selain metode tersebut, metode pendidikan karakter dilakukan melalui metode:
Mengajarkan, Keteladanan, Menentukan prioritas, praksis prioritas, metode
dialog partisifatif dan eksperimen serta Metode naratif.
REFERENSI
Akhmad Tafsir, (2008), Pesan Moral Ajaran Islam, Maestro,
Bandung. Asri Budiningsih C., (2004), Pembelajaran Moral,
Rineka Cipta, Jakarta. Alsyaiban, (1979), Falsafah Pendidikan Islam, Bulan
Bintang, Jakarta.
Bambang Q-Anees, Adang Hambali, (2008), Pendidikan Karakter
Berbasis Al Quran, Simbiosa Rekatama Media, Bandung.
Din Zaenudin, (2004), Pendidikan Budi Pekerti Dalam
Perspektif Islam, Almawardi Prima, Jakarta.
Doni A. Koesoema, (2007), Tiga Matra Pendidikan Karakter,
Basis. Humaidi Tatapangarsa, (1979), Pengentar Kuliah
Akhlak, Bina Ilmu, Surabaya.